Halaman

Senin, 07 Oktober 2013

50 Milyar Hanya Untuk Pesta 7 Hari 7 Malam



13811140361552121687
Malik Mahmud Al Haytar, Wali Nanggroe ke-9 (Sumber: http://ajnn.net/wp-content/uploads/2013/09/wpid-131112foto_9.jpeg)
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلا لَوْتَعْلَمُونَ عِلْمَ
الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu akan melihat Neraka Jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia) itu.” (QS. At-Takastur: 1-8)
Ayat Alquran di atas mengawali tulisan saya hari ini, setelah seminggu kemarin saya membaca berbagai pemberitaan yang menyudutkan Wali Nanggroe Aceh akibat rencana perhelatan pengukuhan Wali Nanggroe Aceh sebesar 50 M selama 7 hari 7 malam.
Sebagaimana diketahui sebelumnya Ketua Komisi A DPR Aceh, Adnan Beuransyah menyatakan bahwa dalam APBA-P, mewakili partainya (Partai Aceh) ia mengusulkan untuk pengukuhan Wali Nanggroe Desember mendatang, diperlukan alokasi dana sebesar 50 M dengan menimbang lama waktu selama 7 hari. Pernyataan tersebut sontak memancing kemarahan berbagai elemen rakyat Aceh yang menilai dana sebesar itu tidaklah logis/masuk akal mengingat rakyat Aceh sendiri masih jauh dari dikatakan sejahtera.
Sementara itu, Gubernur Aceh sebaliknya menyatakan bahwa dana sebesar itu sangatlah logis mengingat perlunya mengangkat harkat dan martabat Wali Nanggroe sebagai seorang figur pemersatu rakyat Aceh.
Terus terang, ketika saya membaca berita tersebut saya menjadi bertanya-tanya dimana logika yang masuk akal menurut Ketua Komisi A DPRA dan Gubernur Aceh? Dan apa pengaruh harkat dan martabat dengan besarnya anggaran? Selanjutnya, mengapa Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al Haytar seolah diam seribu bahasa tanpa sedikitpun berkomentar atas besarnya dana untuk pengukuhan dirinya?
Buat saya pribadi, dana tersebut tidaklah logis apabila dihadapkan dengan kondisi Aceh saat ini. Pedapatan Asli Daerah (PAD) Aceh yang bersumber dari restribusi daerah, pajak daerah, hasil pengelolaan SDA, zakat dan lain-lain yang sah, “hanyalah” rata-rata sebesar 900 M pertahun, bandingkan dengan PAD DKI Jakarta yang mencapai sekitar 18 Trilyun pertahun. PAD Aceh berada 20 X jauh lebih rendah dari DKI. Pertanyaannya sekarang, kenapa DPRA dan Pemerintah Aceh menganggap biaya pengukuhan Wali Nanggroe sebesar 50 M tersebut adalah logis? Dengan hanya penghasilan rata-rata 900 M pertahun, dimana logikanya untuk “menghabiskan” 1/18 uang yang bersumber dari keringat rakyat Aceh dalam waktu satu minggu?
Selanjutnya, bukankah PAD Aceh seluruhnya bersumber dari rakyat Aceh? Dari mereka-mereka yang taat membayar pajak, petani, penambang, para ojek becak motor, pedagang kecil dll? Atau alokasi dana tersebut dari dana otsus yang rata-rata sebesar 6 trilyun setahun? Kembali lagi, bukankah dana tersebut juga merupakan hak para korban konflik Aceh dan tsunami?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan saya di atas, saya justru melihat Wali Nanggroe yang diam saja dan tidak melakukan tindakan/langkah apapun rencana yang disinyalir menciderai keadilan rakyat Aceh demi pengukuhan dirinya. Apabila berkaca pada qanun Wali Nanggroe no 3 tahun 2012, dilihat dari prinsip dan tujuan dibentuknya lembaga ini adalah diantaranya, selain meninggikan dinul islam, kemakmuran dan keadilan rakyat Aceh, juga sebagai Pembina, pengawal dan penyantun pemerintahan Aceh dengan mewujudkan pemerintahan Aceh yang sejahtera dan bermartabat.Melihat prinsip dan tujuan tersebut, bukankah Wali Nanggroe seharusnya “mengingatkan” baik pemerintah Aceh maupun DPRA untuk tidak ikut bermewah-mewah? Sebab Allah tidak menyukai hambanya yang hidup bermewah-mewah. Juga, bukankah dana pengukuhan sebesar 50 M akan menciderai rasa keadilan rakyat Aceh? Alih-alih memakmurkan rakyat Aceh namun justru menambah miskin rakyat dengan mengabaikan kesejahteraan rakyat hanya untuk berfoya-foya selama 7 hari 7 malam.
Oleh sebab itu, saya berpendapat sebaiknya Wali Nanggroe tidak perlu dilantik dengan menggunakan uang rakyat Aceh, sebab memang tidak ada haknya disitu dengan melihat prinsip dan tujuan di atas, bahwa sudah menjadi prinsip Wali Nanggroe untuk menyantun dan memakmurkan rakyat Aceh bukan sebaliknya, justru rakyat Aceh yang memakmurkan dan “menyantun” Wali Nanggroe.

0 komentar:

Posting Komentar