Halaman

Rabu, 09 Oktober 2013

Mengenal Kaum Ad dan Ubar, Umat Nabi Hud berdasarkan keterangan Al Quran dan Temuan Sejarah.

Kaum ‘Ad dan Ubar, Misteri Atlantis di Padang Pasir

Pada permulaan tahun 1990 muncul keterangan pers dari beberapa Koran terkemuka di dunia yang mengemukakan;”Kota di Arabia Yang banyak diceritakan dalam sejarah Ditemukan”“Kota Legenda di Arab Ditemukan”, “Ubar, Atlantis di padang pasir”.

Quote:
Apa yang membuat temuan arkeologis ini membangkitkan minat adalah kenyataan bahwa kota ini yang juga disebut dalam Al Qur’an, sejak dahulu hingga saat ini banyak orang yang beranggapan bahwa kaum ‘Ad sebagaimana diceritakan dalam Al Qur’an hanyalah sebuah legenda atau lokasi dimana ‘Ad berada tidak akan pernah ditemukan, mereka tidak dapat menyembunyikan keheranannya atas penemuan ini. Penemuan kota ini yang hanya disebutkan dalam dongeng lisan Suku Badui, membangkitkan minat dan rasa keingintahuan yang besar. Nicholas Clapp, seorang arkeolog amatir yang menemukan kota legendaries yang disebutkan dalam Al Qur’ani. Sebagai seorang Arabophile dan pencipta sebuah film dokumenter yang terpilih, Clapp telah menjumpai suku yang sangat menarik selama penelitiannya tentang sejarah Arabia.

Buku ini berjudul ”Arabia Felix” yang ditulis oleh seorang penulis Ingris bernama Bertram Thomas pada tahun 1932. Arabia Felix adalah sebuah roman yang menunjukkan tempat-tempat bagian selatan semenanjung Arabia dimana saat ini termasuk daerah Yaman dan sebagai besar Oman. Bangsa Yunani menyebut daerah ini “Eudaimon Arabia”. Sarjana Arab abad pertengahan menyebutnya sebagai “Al-Yaman as-Saida”ii. Semua penamaan tersebut berarti “Arabia yang Beruntung”, karena orang-orang yang hidup di daerah tersebut di masa lalu dikenal sebagai orang-orang yang paling beruntung pada jamannya. Apakah yang menjadi alasan bagi sebuah penunjukan seperti itu?.

Quote:
Keberuntungan mereka adalah berkaitan dengan letak mereka yang strategis bertindak selaku perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dengan tempat-tempat di sebelah Utara semenanjung Arab. Di samping itu orang-orang yang berdiam di daerah ini menghasilkan dan mendistribusikan “frankincense” sebuah aroma wangi-wangian dari getah/damar sejenis pohon langka yang menjadi barang yang sangat penting dalam masyarakat kuno, tanaman ini digunakan sebagai dupa (asap wangi) dalam bebagai acara religi/keagamaan. Pada sat itu, tanaman tesebut setidaknya sama berharganya seperti emas.



Seorang peneliti Inggris Thomas menyebutnya sebagai suku yang “beruntung”, Ia dengan panjang lebar mengakui bahwa telah menemukan jejak bekas-bekas dari sebuah kota kuno yang dibangun oleh salah satu suku inii. Kota ini dikenal dengan sebutan “Ubar” oleh suku Badui. Di dalam sebuah perjalanan yang dilakukan di daerah tersebut oleh suku Badui yang hidup di padang pasir telah menunjukan sebuah jalur usang dan menyataka bahwa jejak-jejak ini menuju ke arah kota kuno Ubar.Thomas yang menunjukkan keinginan besar dalam hal ini meninggal sebelum mampu menuntaskan penelitiannya.

Clapp yang mempelajari apa yang ditulis oleh Thomas sang peneliti Inggris, diyakinkan akan keberadaan kota yang hilang tersebut sebagaimana disebutkan dalam buku tersebut. Tanpa membuang waktu, Ia memulai penelitiannya. Clapp mencoba dengan dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Pertama, Ia menemukan bahwa jalan-jalan yang dikatakan oleh suku Badui benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk menyediakan foto/citra satelit dari daerah tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, Ia berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut. Clap melanjutkan mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakan Huntington di California. Tujuannya adalah untuk menemukan peta dari daerah tesebut. Setelah melalui penelitian singkat, ia menemukan peta tersebut. Apa yng ditemukannya adalah sebuah peta yang digambar oleh Ptolomeus seorag ahli Geografi Yunani Mesir dari tahun 200 M. Dalam peta ini ditunjukan letak dari kota tua yang ditemukan di daeah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.


Sementara itu Ia menerima kabar bahwa gambar-gambar satelit yang diinginkannya telah diambil oleh NASA. Dalam gambar tersebut, beberapa jejak kafilah menjadi nampak yang hal tersebut sulit untuk dikenali dengan menggunakan mata telanjang,namun hanya bisa dilihat sebagai satukesatuan dari luar angkasa. Setelah membandingkan gambar-gambar dari satelit dengan peta tua yang ada ditangannya, akhirnya Clapp mencapai kesimpulan yang ia cari ; jejak-jejak dalam peta tua berhubungan dengan jejak-jejak dalam gambar yag diambil dengan satelit.

Tujuan akhir dari jejak-jejak ini adalah tempat peninggalan sejarah yang luas yang ditengarai dadulunya merupakan sebuah kota. Akhirnya lokasi kota legendaris yang menjadi subyek cerita-cerita lisan suku Badui diketemukan. Tidak berapa lama kemudian penggalian dimulai dan peninggalan dari sebuah kota mulai diangkat dari bawah gurun pasir. Demikianlah kota yang hilang sebagaimana disebutkan sebagai “ Atlantis dari padang pasir, Ubar “.

Apakah hal tersebut membuktikan bahwa kota ini sebagai kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al Qur’an?


Saat itu juga reruntuhan-reruntuhan mulai dilakukan penggalian, ditengarai bahwa reruntuhan dari kota tersebut berupa pilar-pilar milik kaum ‘Ad di Iram seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an. NAMUN saat ini banyak para peneliti yang menyangsikannya. Mereka berpendapat ini hanyalah sebuah outpost di dekat kota Iram yang sebenarnya.


KAUM 'AD
Sampai dengan sejauh ini kita telah melihat bahwa kemungkinan, Ubar adalah kota Iram seperti disebutkan dalam Al Qurán. Menurut Al Qurán warga dari kota tersebut tidak mengindahkan seruan Nabi Hud yang membawakan risalah kepada mereka dan yang telah memperingatkan mereka serta akhirnya merekapun dibinasakan.

Ciri-ciri dari kaum Ád yang membangun kota Iram telah menimbulkan banyak perdebatan. Dalam berbagai catatan sejarah tidak pernah ditemukan satu kaumpun yang telah memiliki kebudayaan yang begitu berkembang atau atau peradaban yang pernah terbentuk. Mungkin akan muncul sebuah pikiran bahwa aneh kiranya bahwa nama dari sebuah kaum semacam itu tidak pernah diketemukan dalam catatan sejarah.

sumber versesofuniverse
Namun di sisi lain harus haruslah dipahami, bahwa tidaklah mengherankan bila tidak bisa menemukan catatan keberadaan dari kaum ini dalam catatan dan arsip peradaban lama. Alasannya adalah bahwa kaum ini berdiam di Arabia Selatan yang merupakan sebuah daerah yang cukup berjarak dengan kaum lain yang hidup di daerah Mesopotamia dan Timur Tengah yang hanya memiliki hubungan yang terbatas dengan mereka. Ini merupakan sebuah keadaan umum untuk sebuah negara yang sangat jarang diknal, bahwa negara tersebut kemudian tidak tercatat dalam catatan sejarah. Namun, di samping itu juga, adalah mungkin untuk mendengatkan cerita-cerita tentangnya diantara orang-orang yang hidup disekitr Timur Tengah. Alasan paling utama mengapa Ád tidak disebutkan dalam catatan tertulis adalah bahwa pada saat itu komunikasi tertulis tidaklah lazim di daerah tersebut. Itulah sebabnya mungkin kaum Ád telah membangun sebuah peradaban namun peradaban ini belum pernah disebutkan dalam catatan sejarah sebagaimana peradaban lain melakukan dokumentasi. Jika saja kebudayaan ini berlangsung lebih lama, niscaya akan banyak hal yang dapat diketahui tentang kaum Ád disaat ini. Tidak ada catatan sejarah tentang kaum Ád, namun adalah mungkin untuk menemukan informasi penting tentang ‘’ anak cucu’’ mereka dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kaum Ád.

Orang Hadramaut ( Hadramites) Anak cucu ‘Ad
Tempat yang pertamakali dicari untuk meneliti kemungkinan jejak-jejak peradaban yang didirikan oleh kaum ‘Ad atau anak cucu mereka adalah di Yaman Selatan dimana “Ubar, Atlantis di padang pasir” ditemukan dan yang ditengarai sebagai “ Fortunate Arab/Arab yang Beruntung”. Di Yaman selatan, empat kaum telah hidup sebelum zaman kita yang dsebut oleh orang Yunani sebagai “ Arab yang beruntung”. Mereka adalah hadhramaut, Sabaean (saba), Minaean dan Qatabaean. Keempat kaum ini dalam waktu yang singkat berada dalam satu pemerintahan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.


Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung sejrah. Dr. Mikhail H. Rahman seorang peneliti dari University of Ohio merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadhramaut, Saba dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan. Muncul sekitar 500 SM, Hadramites yang dikenal oleh orang-orang sebagai “Fortunate Arab”. Kaum ini memerintah di daerah Yaman Selatan dalam jangka waktu yang panjang dan secara keseluruhan menghilang pada abad 240 M pada akhir masa kemunduran yang lama. Nama Hadrami memberikan petunjuk bahwa mungkin mereka adalah anak cucu kaum ‘Ad. Seorang penulis Yunani bernama Pliny yang hidup 3000 SM, menghubungkan suku ini sebagai
“Adramitai” yang berarti Hadramiv. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix-kata benda, kata benda “Adram” mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I Ram” sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an. Ptolomeus seorang ahli geografi YunanI (150-100 SM) menunjukkan bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arabia adalah tempat dimana kaum yang disebut “Adramitai” pernah hidup. Daerah yang sampai dengan sekarang dikenal dengan nama “hadhramaut”. Ibukoa negara Hadrami, Shabwah terletak di sebelah Barat Lembah Hadhramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua menyatakan bahwa makam Nabi Hud yang diutus sebagai nabi kaum ‘Ad terletak di Hadramaut.


Quote:
Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadhramaut adalah penerus dari kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites sebagai ‘ Ras Bangsa yang terkaya di dunia”. Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu tanaman yang paling berharga pada waktu itu.
Mereka telah membangun daerah-daeah baru yang digunakan untuk menanam dan memperluas penggunaanya. Hasil pertanian dari Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut dimasa kini. Apa yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dahulunya dikenal sebagai ibukota Hadramite sangatlah menarik. Dalam penggalian yang dimulai pada tahun 1975 sangatlah sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur dibawah gurun pasir yang sangat dalam. Temuan yang dihasilkan diakhir penggalian sangatlah menakjubkan. Kota tua yang digali adalah merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik yang ditemukan saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok, dinyatakan sebagai lebih luas daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal sebagai bangnunan yang sangat menakjubkan. Tidak diragukan bahwa sangatlah logis untuk menduga bahwa Hadramites telah mewariskan arsitektur yang lebih unggul dibandingkan dengan pendahulunya kaum ‘Ad. Hud berkata kepada kaum ‘Ad ketika memperingatkan mereka.

Quote:
Ciri-ciri menarik lainnya dari bangunan-bangunan yang ditemukan di Shabwah adalah tiang-tiang yang sangat rumit. Tiang-tiang yang terdapat di Shabwah tampak sangatlah unik dalam bentuk melingkar dan disusun dalam serambi-serambi bundar yang mempunyai banyak tiang berbentuk bundar.
Sementara diberbagai situs di Yaman sampai sejauh itu baru ditemukan memiliki tiang-tiang monolithic berbentuk persegi.Orang-orang Shabwah tentunya mewarisi gaya arsitektural dari para pendahulunya yaitu kaum ‘Ad. Photius seorang Yunani Bizantium seorang penguasa Konstantinopel pada awal abad 9 M, sangat banyak melakukan penelitian di kawasan Arabia Selatan dan aktifitas perdagangan mereka, dikarenakan ia mempunyai akses pada catatan kuno bangsa Yunani yang saat ini sudah musnah, dan secara khusus buku berjudulAgatharachides (132 SM) yag berkait dengan laut Erythrea (Laut Merah). 

Sumber-sumber Mata Air dan Kebun-kebun kaum ‘Ad
Saat ini , pemandangan alam yang paling sering muncul bila seseorang bepergian ke Arabia Selatan adalah padang pasir seluas mata memandang. Sebagian besar dari tempat tersebut diselimuti dengan pasir, kecuali kota-kotanya dan daerah-daerah yang kemudian telah ditanami pepohonan. Gurun pasir telah ada sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun.

Namun sebagaimana telah kita catat sebelumnya, Ubar yang dikenal dengan kota Iram dan tempat-tempat lainnya yang dahulunya merupakan daeah hunian laum ‘Ad, saat ini ditutupi oleh pasir seluruhnya, jadi mengapa Hud menggunakan perumpaman khusus ketika memperingatkan kaumnya?.

Jawabanya adalah tersembunyi dalam catatan sejarah perubahan iklim. Catatan sejarah mengungkapkan bahwa daeah-daerah yang sekarang berubah menjadi gurun pasir, pada suatu ketika pernah sangat produktif /subur dan merupakan tanah yang menghijau. Sekitar ribuan tahun yang lampau sebagian besar tempat tersebut diliputi oleh kawasan yang menghijau dan mata air sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an. Orang-orang yang berada di kawasan tersebut memanfaatkan anugerahtersebut. Hutan-hutan tersebut melunakkan kekerasan iklim daerah tersebut dan membuatnya lebih bisa dihuni. Padang pasir memang ada, namun tidak seluas seperti yang ada saat ini.

Di Arabia Selatan, bukti–bukti penting telah diperoleh di daerah tempat kaum ‘Ad pernah hidup yang mampu memberikan titik terang atas persoalan ini. Disini nampak bahwa penduduk dari daerah ini menggunakan sistem pengairan yang sudah sangat maju. Sistem pengairan ini kemungkinan besar hanya untuk satu tujuan yaitu pertanian. Didaerah tersebut, sekarang tidak layak untuk dihuni, suatu saat lalu, orang-orang pernah mengolah dan menanami tanah tersebut. Citra satelit juga mengungkapkan sebuah sistem saluran air kuno yang luas dan bendungan yang digunakan dalam pengairan disekitar Ramlat as Sab’atayan yang diperkirakan mampu menghidupi sekitar 200.000 orang di kota-kota yang berdekatanvii. Salah satu dari para peneliti yang melakukan penelitian menggunakan ‘ daerah sekitar Ma’rib sangat subur, sehingga seseorang bisa memikirkan bahwa seluruh daerah diantara ma’rib – Hadhramaut dahulunya pernah berada di bawah satu penguasaan.


Bagaimana Kaum ‘Ad Dihancurkan?
Di dalam Al Qur’an kaum ‘Ad dikatakan bahwa mereka dibinasakan melalui angin badai yang dahsyat. Dalam sebuah ayat disebutkan bahwa angin badai yang hebat berlangsung selama tujuh malam delapan hari dan menghancurkan seluruh kaum ‘Ad.

Penghancuran yang menimpa kaum ‘Ad yang berasal dari badai pasir yang “ mencabut orang-orang sebagaimana mereka adalah akar pohon palem yang tercerabut (dari dalam tanah)”, tentunya telah memusnahkan seluruh orang-orang tersebut dalam waktu yang sangat singkat, orang-orang yang hingga saat mereka dibinasakan itu hidup dengan mengolah lahan pertanian yang subur dan membangun bendungan-bendungan serta saluran-saluran air irigasi untuk mereka sendiri. Semua ladang-ladang pertanian yang subur, saluran-saluran irigasi dan bendungan-bendungan dari masyarakat yang pernah hidup disana tertutup oleh pasir, seluruh kota dan penduduknya dikubur hidup-hiduo dalam pasir,setelah orang-orang tersebut dihancurkan maka padang pasir seketika menjadi luas dan menutupinya tanpa meniggalkan jejak sedikitpun.

0 komentar:

Posting Komentar