Inilah kisah pilu yang melanda pasca daratan Aceh berguncang akibat Gempa Aceh Tengah pada 2 Juli 2013 pukul 14:37 WIB lalu. Pusat gempa badan survei geologi AS, alias United States Geological Survey National Earthquake Information Center (USGS NEIC), mencatat gempa ini memiliki magnitudo 6,1 skala magnitud. Sedangkan Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mencantumkan angka magnitudo 6,2 skala Richter. Sumber gempa sangat dangkal, yakni hanya sedalam 10 km saja dari paras muka Bumi dan terletak pada kawasan pegunungan di sisi utara Danau Laut Tawar. Energi yang dilepaskan gempa ini secara kalkulatif mencapai 21 kiloton TNT atau setara dengan energi ledakan bom nuklir Hiroshima di akhir Perang Dunia II.
Namun dangkalnya sumber gempa-lah yang menyebabkan Gempa Aceh Tengah berdampak cukup parah khususnya bagi kawasan di sekeliling episentrum. Kalkulasi sederhana memperlihatkan hingga sejauh 330 km dari episentrumnya gempa ini masih mampu menggetarkan daratan dalam skala 3 MMI, setara dengan bergetarnya tepi jalan kala sebuah truk besar melintas. Getaran yang lebih keras dan berpotensi mulai menimbulkan kerusakan bangunan, yakni mulai intensitas 6 MMI, terasakan sampai sejauh 110 km dari episentrum. Lebih dekat lagi ke episentrum, intensitas getarannya kian meninggi dan sebagai akibatnya dampaknya kian parah. Getaran hingga 7 MMI misalnya, masih terasa hingga sejauh 60 km dari episentrum, sementara getaran 8 MMI bahkan dirasakan hingga sejauh 12 km dari episentrum. Pada tingkat getaran setinggi ini, tak hanya bangunan yang rusak atau ambruk, namun tebing atau perbukitan yang curam pun laksana dikocok hingga longsor dalam skala bervariasi. Inilah mengapa banyak korban tewas dijumpai di bawah timbunan longsor.
USGS memperkirakan secara keseluruhan terdapat 2,676 juta jiwa yang tinggal di ujung utara pulau Sumatra digetarkan oleh gempa ini, khususnya pada intensitas getaran setara atau lebih besar dari 4 MMI. Dari jumlah tersebut sekitar 30.000 diantaranya merasakan getaran 7 MMI dan 6.000 lainnya bahkan harus terguncang-guncang keras oleh getaran 8 MMI. Dengan getaran berintensitas 7 dan 8 MMI masih terasa di kawasan berpemukiman penduduk, jelas bahwa jatuhnya korban jiwa menjadi tak terelakkan lagi. USGS memperkirakan peluang jatuhnya korban jiwa antara 1 hingga 10 orang mencapai 48 %, sementara antara 10 hingga 100 orang mencapai 16 %. Namun peluang ini hanya didasarkan pada karakteristik bangunan model AS yang relatif tahan gempa, bukan berdasarkan fakta lapangan. Sementara kerugian materialnya diperkirakan berada dalam rentang US $ 1 juta hingga US $ 10 juta atau setara dengan 10 hingga 100 milyar rupiah.
Darimana gempa ini berasal?
Kalkulasi sederhana ditunjang posisi episentrum gempa-gempa susulan mengindikasikan sumber Gempa Aceh tengah adalah bagian kerakbumi seluas sekitar 20 x 10 kilometer persegi di sisi utara Danau Laut Tawar, atau di kaki barat daya Gunung Bur Ni Telong. Oleh akumulasi tekanan seiring dinamisnya pergerakan kulit Bumi lewat lempeng-lempeng tektoniknya, batuan setempat tak lagi sanggup menahan tekanannya sehingga segmen tersebut pun terpatahkan dan lantas bergeser sejauh rata-rata 50 cm dengan pola pergeseran menganan (dextral strike-slip). Dengan sangat dangkalnya sumber gempa, ada kemungkinan jejak-jejak pematahan tersebut menjadi kasat mata di muka Bumi sebagai jalur-jalur rekahan (rupture).
Cukup menarik bahwa sumber gempa Aceh Tengah ini berjarak sekitar 20 km dari lintasan sistem patahan besar Sumatra, rupabumi yang membelah daratan pulau Sumatra menjadi bagian barat dan timur yang berbeda luasannya, yang secara akumulatif memiliki panjang 1.900 km dan terbagi ke dalam 19 segmen berbeda. Segmen terdekat ke sumber gempa Aceh Tengah adalah segmen Aceh yang panjangnya 200 km dan tergolong segmen ‘matang’ karena telah cukup lama tidak melepaskan tekanannya sebagai gempa tektonik kuat. Namun daratan Aceh tak hanya dibelah oleh sistem patahan besar Sumatra saja. Interaksi lempeng India dan Sunda (Eurasia) serta mikrolempeng Burma yang menyusun ujung utara pulau Sumatra dalam pola yang sedikit rumit menyebabkan sumber-sumber gempa bertebaran dimana-mana. Selain sistem patahan besar Sumatra, di sudut selatan daratan Aceh juga terdapat patahan Batee yang membentang ke barat daya menyeberangi samudera hingga mencapai pulau Nias. Sistem patahan besar Sumatra sendiri di daratan Aceh bercabang-cabang demikian rupa hingga menjulur ke mana-mana dengan setiap cabangnya diindikasikan juga tetap aktif. Maka boleh dikata daratan Aceh mulai dari pantai barat hingga pantai timurnya dipenuhi sumber-sumber gempa tektonik.
Pada satu sisi, konstelasi tektonik demikian rupa menyebabkan daratan Aceh pada umumnya subur akibat ditumbuhi sejumlah gunung berapi yang melimpahkan material vulkaniknya serta kaya akan mineral bahan tambang dan migas, sebagai sebuah berkah yang terberi dari Yang Maha Kuasa. Namun di sisi lain, konstelasi yang sama membuat kawasan ini lebih beresiko terhadap ancaman gempa tektonik khususnya dalam era kini dimana daratan Sumatra lebih getol menyemburkan energinya lewat gempa ketimbang letusan gunung berapi. High risk high gain. Inilah yang perlu dicermati kala kita hidup,tumbuh dan berkembang di negeri yang menjadi tempat bertemunya tiga lempeng tektonik besar dunia.
0 komentar:
Posting Komentar